Puasa Menurut Al Qur’an

17 Agustus 2010 pukul 07.18 | Ditulis dalam Ikhtisar | Tinggalkan komentar
Tag: , , , ,

Al-Quran  menggunakan  kata  shiyam  sebanyak  delapan   kali, kesemuanya  dalam arti puasa menurut pengertian hukum syariat. Sekali Al-Quran juga menggunakan kata shaum,  tetapi  maknanya adalah menahan diri untuk tidak berbicara:
“Sesungguhnya Aku bernazar puasa (shauman), maka hari ini aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun.” (QS Maryam [19]: 26). Demikian ucapan  Maryam  a.s.  yang  diajarkan  oleh  malaikat Jibril ketika  ada  yang  mempertanyakan  tentang  kelahiran anaknya (Isa  a.s.). Kata  ini  juga  terdapat  masing-masing sekali  dalam  bentuk  perintah  berpuasa  di  bulan Ramadhan, sekali dalam bentuk kata kerja yang menyatakan bahwa “berpuasa adalah baik   untuk   kamu”,  dan  sekali  menunjuk  kepada pelaku-pelaku  puasa  pria  dan  wanita, yaitu  ash-shaimin wash-shaimat.

Kata-kata  yang  beraneka bentuk itu, kesemuanya terambil dari akar kata yang sama yakni  sha-wa-ma  yang  dari  segi  bahasa maknanya  berkisar  pada “menahan”  dan “berhenti” atau “tidak bergerak”. Kuda yang berhenti berjalan  dinamai  faras  shaim.
Manusia  yang  berupaya menahan diri dari satu aktivitas -apa pun itu- dinamai  shaim  (berpuasa).  Pengertian kebahasaan  ini,  dipersempit  maknanya  oleh  hukum  syariat, sehingga shiyam hanya digunakan untuk “menahan diri dar makan, minum,  dan  upaya  mengeluarkan  sperma  dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari”.

Kaum sufi, merujuk ke hakikat dan tujuan  puasa,  menambahkan kegiatan  yang  harus  dibatasi  selama  melakukan  puasa. Ini mencakup pembatasan atas seluruh anggota tubuh bahkan hati dan pikiran dari melakukan segala macam dosa.
Betapa pun, shiyam atau shaum -bagi manusia- pada hakikatnya adalah menahan atau mengendalikan diri. Karena itu pula  puasa dipersamakan  dengan  sikap  sabar,  baik dari segi pengertian bahasa (keduanya berarti menahan diri) maupun esensi kesabaran dan puasa.
Hadis   qudsi   yang  menyatakan  antara  lain  bahwa,  “Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberinya ganjaran” dipersamakan  oleh banyak ulama dengan firman-Nya dalam surat Az-Zumar (39): 10.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” Orang sabar yang dimaksud di sini adalah orang yang berpuasa.

Ada  beberapa  macam  puasa  dalam  pengertian   syariat/hukum sebagaimana disinggung di atas, yaitu :
1. Puasa wajib sebulan Ramadhan.
2. Puasa kaffarat, akibat pelanggaran  atau   semacamnya.
3. Puasa sunnah.

Uraian Al-Quran tentang puasa Ramadhan, ditemukan dalam  surat Al-Baqarah  (2):  183,  184,  185,  dan 187. Ini berarti bahwa puasa Ramadhan baru  diwajibkan  setelah  Nabi  Saw.  tiba  di Madinah,  karena ulama Al-Quran sepakat bahwa surat Al-Baqarah turun di Madinah. Para sejarawan  menyatakan  bahwa  kewajiban melaksanakan  puasa  Ramadhan ditetapkan Allah pada 10 Sya’ban tahun kedua Hijrah.
(M.Quraish Shihab)

Menyongsong Jamuan Ramadhan

12 Agustus 2010 pukul 10.14 | Ditulis dalam Hikmah | Tinggalkan komentar
Tag: ,

Semoga Allah memberikan umur kepada kita untuk menikmati jamuan-Nya yang sangat spektakuler, yaitu datangnya bulan Ramadhan. Jamuan Allah yang membuat orang yang putus asa jadi bisa berharap dan bangkit, yang hampir lumpuh semangatnya bisa berkobar lagi. Janji-janji Allah di bulan Ramadhan memang begitu dahsyat. Seumpama benih yang telah mati, tiba-tiba diberi pupuk yang membangkitkan kekuatan dahsyat sehingga apapun yang layu dibuatnya tegar kembali.

Jika kita menghadapi hidup ini dengan rasa berat, seakan-akan tipis harapan, maka Ramadhan adalah saat dimana Allah tidak akan mengecewakan hamba-Nya yang berharap dari keberkahan bulan ini. Seharusnya kita bersimbah air mata karena merasa sangat ingin menikmati jamuan Allah SWT pada bulan Ramadhan.

Berikut ini adalah khutbah Nabi SAW ketika menyambut bulan Ramadhan. Beliau bersabda : “Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.

Inilah bulan ketika engkau diundang menjadi tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah.Bermohonlah kepada Allah Robb-mu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingnya untuk melakukan shaum dan membaca kitab-Nya. Sungguh celaka orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini.

Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu sebagai kelaparan dan kehausan pada hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkan tali persaudaraanmu, jaga lidahmu. Tahanlah pandanganmu dari yang tidak halal kamu memandangnya, dan jagalah pula pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya. Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.

Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tanganmu untuk berdoa dalam shalat-shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih. Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka yang memanggil-Nya dan mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia! Sesungguhnya diri kalian tergadai karena amal-amal kalian, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa)mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu. Ketahuilah, Allah Taala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya, bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri dihadapan Robbul alamin.

Wahai manusia! Barangsiapa di antaramu memberi (makanan untuk) berbuka kepada orang-orang mukmin yang melaksanakan shaum pada bulan ini, maka disisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan ia diberi ampunan atas dosa-dosanya yang lalu.”

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.” Rasulullah meneruskan (khutbahnya) : “Jagalah diri kalian dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah diri kalian walaupun hanya dengan seteguk air.

Wahai manusia! Barangsiapa membaguskan akhlaknya pada bulan ini, dia akan berhasil melewati shirath pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.

Barangsiapa meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) pada bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya pada hari kiamat.

Barangsiapa menahan kejelekannya pada bulan ini, Allah akan menahan mulut-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa memuliakan anak yatim pada bulan ini, Allah akan memuliakannya pada hari dia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) pada bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan pada bulan ini, Allah akan memutuskan daripadanya rahmat-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat pada bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardhu, baginya ganjaran seperti melakukan tujuh puluh shalat fardhu pada bulan yang lain.

Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku pada bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa pada bulan ini membaca satu ayat Al Qur’an maka pahalanya sama seperti mengkhatamkan Al Qur’an pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhan-mu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Robbmu agar tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan dibelenggu maka mintalah agar mereka tidak pernah lagi menguasaimu.”

Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib berdiri dan berkata,”Ya Rasulullah, amal apa yang paling utama pada bulan ini?”

Ya Abul Hasan, amal yang paling utama pada bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah Azza wa Jalla,” jawab Nabi SAW. (HR.Ibnu Khuzaiman, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)

Kita tidak akan pernah berjumpa dengan kemudahan ampunan kecuali di bulan Ramadhan. Sebanyak dan semelimpah apapun dosa kita, sungguh Allah menjanjikan ampunan-Nya di bulan ini. Kalau kita merasa berat hidup karena lumuran dosa dan maksiat, maka ketahuilah ampunan Allah di bulan Ramadhan lebih dahsyat daripada dahsyatnya dosa-dosa kita. Kalau kita merasa gersang dan kering, maka Ramadhan adalah sarana yang paling cepat untuk mendapatkan rahmat-Nya. Kalau kita dililit utang piutang, maka Allah adalah Dzat Mahakaya yang menjanjikan terkabulnya terkabulnya doa, dilunasi-Nya apa yang kita butuhkan.

Karenanya sungguh rugi jika kita tidak bergembira ria, tidak bersemangat dalam menghadapi hidup ini. Ramadhan diawali dengan azan berkumandang, maka itulah saat setan dibelenggu, dimulainya hitungan pahala amal yang berbeda, dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka. Maka sudah selayaknya kita harus sangat bersungguh-sungguh berharap agar Allah menjamu kita dengan menyiapkan diri jadi orang yang layak dijamu oleh Allah.

(MQ)

Buletin Tamtama Akan Terbit Lagi

12 Agustus 2010 pukul 09.43 | Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan komentar

Tanpa terasa sudah setahun berselang edisi cetak Buletin Tamtama lenyap dari peredaran. Memanfaatkan momentum awal Ramadhan 1431 H,  pihak pengelola berniat menerbitkan lagi Buletin Tamtama, yang terakhir kali terbit pada bulan Agustus 2009 atau awal Ramadhan 1430 H lalu. Jika nanti jadi terbit kembali, semoga Buletin Tamtama dapat lebih konsisten hadir mewarnai dunia ini.  Mohon doa restunya saja. Tak lupa, kami mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa dan Beramal Shalih Sebagusnya di Bulan Ramadhan nan Sarat Berkah dari Ilahi.

Buletin Absen Dua Bulan

11 November 2009 pukul 15.50 | Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan komentar
Tag: ,

Telah dua bulan lekas berlalu, Buletin Tamtama belum terbit lagi edisi cetaknya dan tidak berkembang pula materinya dalam wujud blog di sini. Padahal sudah banyak peristiwa yang terjadi di bumi Indonesia ini, seperti : Idul Fitri, gempa besar di Sumatera Barat, pelantikan presiden dan para menteri, atau gonjang-ganjing KPK vs POLRI yang menjadi isu tingkat nasional. Bahkan tak lama lagi Idul Adha sudah di depan mata. Buletin terakhir dirilis pada awal Ramadhan 1430 H yang bertepatan dengan bulan Agustus 2009.

Kesibukan lain pengelola buletin membuat buletin tidak bisa hadir dalam kurun waktu dua bulan terakhir. Oleh karena itu kami mohon maaf bagi para pemerhati Buletin Tamtama di mana saja, terutama jamaah masjid Tamtama di wilayah Prawirotaman Yogyakarta. Tetap ada niat kami supaya buletin ini kembali berlanjut perjalanannya dan tidak berhenti sampai di sini. Semoga Buletin Tamtama dapat segera terbit sekian hari mendatang. Insya Allah.

Salam Redaksi Edisi Ramadhan 1430 H

27 Agustus 2009 pukul 17.18 | Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan komentar

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita banyak kenikmatan dan masih mengijinkan kita berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan di tahun 1430 H ini. Segenap tim redaksi Buletin Tamtama mengucapkan “Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan”.

Lantas bagaimana cara puasa Nabi Muhammad SAW, rasul junjungan dan teladan kita umat muslim? Dalam buku ‘Fatwa-Fatwa Quraish Shihab : Seputar Ibadah Mahdah’ dijelaskan secara singkat :
Rasulullah berpuasa sambil melakukan aktivitas yang bermanfaat. Bahkan karya-karya terbesar beliau dicapai di bulan Ramadhan, seperti kemenangan dalam Perang Badar dan keberhasilan menguasai kota Makkah. Setiap Ramadhan beliau bertadarus (membaca Al-Qur’an). Beliau bangun untuk sahur menjelang fajar, dan menjelang berbuka hingga azan beliau berzikir. Isinya mengesakan Allah dan beristighfar sambil memohon surga dan ridha-Nya, serta berlindung dari neraka dan murka-Nya. Beliau berbuka dengan tiga bijin kurma kemudian shalat Maghrib. Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau tinggal di masjid untuk beri’tikaf.

Semoga kita dapat menjalankan puasa wajib  beserta ibadah lainnya dengan penuh semangat dan keikhlasan, mudah-mudahan senantiasa mendapatkan ridha dan berkah dari Allah SWT. Amin. (LSP)

Makna “Marhaban Ya Ramadhan”

27 Agustus 2009 pukul 16.58 | Ditulis dalam Ikhtisar | 1 Komentar
Tag: , , , , , ,

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “marhaban”  diartikan sebagai “kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang).” Ia sama dengan ahlan wa sahlan yang juga diartikan “selamat datang.”
Walaupun    keduanya    berarti    “selamat   datang”   tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan  ahlan  wa sahlan  untuk  menyambut  datangnya  bulan Ramadhan, tetapi “marhaban ya Ramadhan”.

Ahlan  terambil  dari  kata  ahl  yang   berarti   “keluarga”, sedangkan  sahlan  berasal  dari kata sahl yang berarti mudah. Juga berarti “dataran  rendah”  karena  mudah  dilalui,  tidak seperti  “jalan  mendaki”.  Ahlan  wa  sahlan, adalah ungkapan selamat datang,  yang  dicelahnya  terdapat  kalimat  tersirat yaitu,  “(Anda  berada  di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah.”

Marhaban terambil dari kata  rahb  yang  berarti  “luas”  atau “lapang”,  sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima  dengan  dada  lapang,  penuh  kegembiraan  serta dipersiapkan  baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang  diinginkannya.  Marhaban ya Ramadhan berarti “Selamat  datang  Ramadhan”  mengandung  arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak   dengan   menggerutu   dan menganggap   kehadirannya “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita.

Marhaban  ya  Ramadhan kita  ucapkan  untuk  bulan suci karena kita berharap jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah SWT. Ada gunung tinggi yang harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di gunung itu ada  lereng  curam, belukar lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu,  agar  perjalanan  tidak  berlanjut.  Bertambah tinggi  gunung  didaki,  bertambah  hebat  ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi bila  tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu  jalan,  tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila perjalanan dilanjutkan  akan ditemukan  kendaraan  Ar-Rahman  untuk  mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT.  Demikian  kurang  lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.

Tentu  kita  perlu  mempersiapkan  bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah Anda apakah bekal itu? Benih-benih kebajikan yang harus  kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan  malam  Ramadhan dengan shalat dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui  pengabdian  untuk  agama,  bangsa  dan  negara. Semoga  kita  berhasil,  dan untuk itu mari kita buka lembaran Al-Qur’an mempelajari bagaimana tuntunannya.
(M.Quraish Shihab)

Kepompong Ramadhan

27 Agustus 2009 pukul 16.23 | Ditulis dalam Ikhtisar | Tinggalkan komentar
Tag: , , , , , ,

Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. (HR. Bukhari Muslim).

Mungkin kita pernah melihat ulat bulu, seekor binatang yang menjijikkan bahkan menakutkan bagi sebagian orang. Masa hidup seekor ulat ternyata tidak lama. Ia akan mengalami fase masuk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia akan keluar dalam wujud lain : seekor kupu-kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk kupu-kupu, siapa yang tidak menyukainya keindahannya? Sebagian orang bahkan mencari/mengoleksinya sebagai hobi (hiasan) ataupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah. Menandakan betapa teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah segala sesuatu dari hal yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai, menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui suatu proses perubahan yang sudah diatur dan ditentukan oleh Allah, dalam bentuk aturan/hukum alam (sunnatullah) maupun berdasarkan hukum yang disyariatkan kepada manusia (Al Qur’an dan Al Hadits).

Jika proses metamorfosa pada ulat diterjemahkan kedalam kehidupan manusia, maka momen paling tepat untuk terlahir kembali adalah ketika memasuki Ramadhan. Bila kita masuk ke dalam ‘kepompong’ Ramadhan, lalu segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan “metamorfosa” dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan, yakni manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah mempesona.

Inti dari badah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar kita dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman, “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS. An Nazii’at [79] : 40 – 41).

Selama ini mungkin kita kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Karena selama ini ada setan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas setan. Apalagi seperti halnya hawa nafsu, setan pun sama-sama tak terlihat. “Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu, karena setan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala,” demikian firman Allah dalam QS. Al Fathir [25] : 6.

Syukurlah, pada bulan Ramadhan Allah mengikat erat setan terkutuk, sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya latihan mengendalikan hawa nafsu. Kesempatan itu tidak boleh kita sia-siakan. Ibadah puasa kita harus ditingkatkan. Tidak hanya puasa atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja, namun juga semua anggota badan kita lainnya, agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah. Jika hawa nafsu sudah bisa dikendalikan, maka ketika setan dilepas kembali, mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat.

Hal utama lain yang harus kita jaga dalam bulan sarat berkah ini adalah akhlak. Barang siapa membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda Rasulullah SAW.

Pada bulan Ramadhan, kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan rumah, Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya dengan baik. Tetapi sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita dengan baik, jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satunya yakni dengan menjaga puasa kita sesempurna mungkin. Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah, karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir kita, jadi jangan sampai disia-siakan.

Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah ‘kepompong’ Ramadhan ini kita masuki, kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar menjadi seekor kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona, amin.(MQ)

Kalau Saja Setiap Bulan Itu Ramadhan

27 Agustus 2009 pukul 15.31 | Ditulis dalam Hikmah | 2 Komentar
Tag: , ,

Kita tidak akan krisis silaturahmi antar manusia
Karena kita akan rela membuang-buang pulsa
Untuk meng-sms saudara, rekan, dan sahabat kita
Sekedar mengucapkan selamat berpuasa

Para pekerja tidak akan terlambat pulang lagi
Karena mereka harus mengejar jamaah tarawih
Sambil mendengarkan ceramah di malam hari
Yang mungkin saja bisa menyejukkan hati

Tidak ada lagi yang disebut-sebut dunia gemerlap
Karena setelah isya, orang terburu-buru terlelap
Agar tidak terlambat bangun untuk sahur nanti
Agar tidak loyo, lemas dan lapar sepanjang hari

Shalat subuh tidak akan pernah lagi kesiangan
Karena sejak imsak kita memerlukan waktu untuk menurunkan makanan
Acara kuliah pagi di televisi pun jadi dinantikan
Sekedar menunggu datangnya kumandang azan

Anggota keluarga akan menjadi lebih dekat, akur dan gembira
Karena mau tidak mau, mereka jadi harus makan pagi dan malam bersama-sama
Sehingga ada waktu saling bercanda dan bercerita
Bercengkrama atau sekedar memijit bahu ibunda

Mungkin akan lebih sedikit kaset lagu yang ada di pasaran
Karena orang akan lebih memilih untuk mendengar untaian ayat al-qur’an
Atau sekedar berzikir dalam hati dengan perlahan
Dan mengurangi intensitas membicarakan orang-orang dari belakang

Kita tidak usah begitu khawatir dengan apa yang ditonton anak kita
Juga yang bisa dibeli dengan uang jajan mereka
Karena hampir semua tayangan televisi tiba-tiba bernuansa agama
Dan semoga komik dan vcd porno sulit ditemukan dimana-mana

Orang akan menjadi rajin sekali mengaji
Bahkan mereka yang tadinya tidak pernah menyentuh Qur’an sama sekali
Yang sudah rajin pun akan membacanya
di waktu-waktu yang tidak biasa
Hanya untuk mengais pahala yang dijanjikan-Nya

Beragam ide masakan atau kue akan terus dicoba dan dicicipi
Karena tidak mungkin kita berbuka dengan menu yang itu-itu lagi
Waktu azan maghrib pun menjadi saat yang selalu dinanti-nanti
Yang sebelumnya biasanya kalah dengan kesibukan atau acara-acara asyik di televisi

Dokter dan obat-obatan tidak begitu lagi diperlukan
Karena konon puasa itu sangat menyehatkan
Membuang racun-racun yang sudah lama bersemayam di badan
Dan bagi sebagian kita, puasa juga diharapkan dapat menurunkan angka yang tertera di timbangan

Segala amalan sunah tiba-tiba akan jadi rajin terlaksana
Hanya karena katanya ibadah sunah dihitung wajib pahalanya
Ibadah-ibadah yang rasanya belum pernah kita lakukan sebelumnya
Seperti tahajud, itikaf, mengaji dan juga sedekah

Islam tak akan pecah belah seperti sekarang ini
Rasa keagamaan dan toleransi beragama akan menjadi kuat sekali
Aurat-aurat yang biasanya tampak, sekarang jadi tertutup rapi
Kata-kata dan perilaku tak sopan untuk sementara jadi tersembunyi

Masjid-masjid dipelosok kampung maupun di kota seakan menjadi aula
Dimana masyarakat akan terlihat berduyun-duyun datang kesana
Tempat berkumpulnya mereka yang tua, muda, remaja atau setengah baya
Orang-orang yang sama yang sebelumnya jarang memakai peci, sarung atau mukena

Yang jelas kita pasti bertambah ilmu
Tiba-tiba kita jadi rajin membuka-buka buku
Buku agama yang sudah sebelas bulan terakhir tertutup debu
Karena kita terlalu sibuk untuk hanya sekedar menyentuh

Akan lebih banyak mengalir air mata
Mereka yang baru menyadari tumpukan dosa
Menyesali semua perbuatan khilaf dan salah
Keinsyafan yang biasanya bertahan sebulan saja

Sepuluh hari terakhir, masjid-masjid menjadi rumah kedua setiap malam
Mengejar berkah yang katanya lebih baik dari seribu bulan
Sembari sibuk mengukur kain baru untuk pakaian
Dan mengaduk adonan kue-kue untuk lebaran

Tiada lagi yang miskin papa dan minta-minta
Karena harta sedikit dibagikan lewat zakat fitrah
Sehingga mereka yang fakir akan ikut tahu bagaimana rasanya menjadi kaya
Walaupun memang itu terjadi setahun sekali saja

Kita akan punya 12 mukena, sarung, baju dan sepatu baru setiap tahunnya
Kita akan sibuk pamer kekayaan pada semua
Namun disisi lain, juga jarang ada yang iri, dengki, dendam, dan marah
Karena kita sudah bermaaf-maafan pada semua setelah shalat hari raya

Semakin banyak orang yang sukses dan bahagia
Karena semakin banyak yang menadahkan tangan untuk berdoa
Yang jelas kita akan semakin mendapat pahala
mungkin sangat membantu agar bisa masuk surga

Ramadhan tidak akan menjadi begitu istimewa seperti sekarang ini
Hidup akan berjalan selayaknya sehari-hari
Maksiat akan ditemukan dimana-mana setiap kali
Dan Ramadhan akan menjadi tidak bermakna lagi

Ah…kalau saja setiap bulan itu Ramadhan…

(Puisi karya Sarra Risman)

Puasa dalam Lintasan Sejarah

27 Agustus 2009 pukul 14.58 | Ditulis dalam Ikhtisar | 1 Komentar
Tag: ,

Puasa tidak hanya diwajibkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Jauh sebelum masa Rasulullah, kewajiban puasa telah disyariatkan dengan penerapan yang berbeda-beda. Samirah Sayid Sulaiman Bayumi, tokoh fiqih kontemporer dari Mesir mencatat perbedaan syariat itu. Menurut catatannya, Nabi Nuh AS berpuasa sepanjang tahun. Nabi Daud AS juga melaksanakannya dengan cara sehari berpuasa, sehari berbuka, dan seterusnya. Sedangkan Nabi Isa AS bepuasa satu hari dan berbuka dua hari atau lebih. Adapun untuk Nabi Muhammad SAW dan umatnya, puasa ditetapkan sebulan penuh pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan pada siang hari.

Sumber lain menyebutkan bahwa orang Mesir kuno –sebelum mereka mengenal agama samawi- telah mengenal puasa. Dari mereka praktik puasa beraih ke orang Yunani dan Romawi. Puasa juga dikenal dalam agama penyembah bintang, demikian pula dalam agama Budha, Yahudi, dan Kristen. Ibn an-Nadim dalam bukunya al-Fahrasat, sebagaimana dikutip Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, menyebutkan agama para penyembah binatang berpuasa 30 hari dalam setahun, ada pula puasa tidak wajib 16 dan 27 hari. Dalam agama Budha pun dikenal puasa sejak terbit sampai terbenamnya matahari. Mereka melakukan puasa empat hari dalam sebulan. Orang Yahudi mengenal puasa 40 hari dan beberapa puasa untuk mengenang nabi-nabi atau peristiwa penting dalam sejarah mereka. Dalam agama Kristen pun puasa ada. Kendati dalam kitab Perjanjian Baru tidak ada isyarat tentang kewajiban puasa, tapi dalam praktik keberagamaan mereka dikenal beragam puasa yang ditetapkan oleh para pemuka agama. (Hidayah)

Salam Redaksi Edisi Juli 2009

27 Juli 2009 pukul 15.02 | Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan komentar

Proses pemilihan presiden di negara kita -alhamdulillah- telah berlangsung dengan damai dan relatif baik pada awal Juli 2009. Pilpres pun cukup dilaksanakan satu putaran. Kita bersama telah menggunakan hak kita untuk memilih pemimpin yang terbaik. Jika tiada aral melintang, pasangan SBY dan Boediono -insya Allah- akan menjadi duet pemimpin kita selama lima tahun mendatang. Semoga Allah swt senantiasa memberikan petunjuk, bimbingan, serta hidayah-Nya kepada beliau berdua, supaya selalu arif bijaksana dalam menjalankan amanat, demi kesejahteraan kita bersama. Sayangnya, ledakan bom kembali mengguncang Jakarta pada pertengahan Juli 2009. Korban kembali berjatuhan dan tercetak lagi titik hitam dalam sejarah Indonesia. Kita semua pasti mengecam keras ulah teroris yang ‘berani mati’ tapi ‘takut hidup’ dengan meledakkan bom bunuh diri itu. Semoga siapa pelaku dibalik peledakan bom di kawasan Mega Kuningan itu segera terungkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku di negara kita. Di sisi yang lain, semoga kita senantiasa mampu menjaga kerukunan dan persatuan, serta tak lupa pula berdoa, semoga Allah swt selalu memberikan berkah, keselamatan, pertolongan, dan perlindungan bagi kita semua. Hasbunallahu wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir. Allahuma amin.(LSP)

« Laman SebelumnyaLaman Berikutnya »

Blog di WordPress.com.
Entries dan komentar feeds.